Memiliki karir pegawai negeri sipil (PNS) yang mapan, apalagi di institusi yang “basah” seperti Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, adalah impian banyak orang. Posisi ini jauh lebih aman dan nyaman daripada bergelut di sektor usaha swasta yang penuh resiko tinggi.
Namun hal itu ternyata tidak berlaku bagi Ajib Hamdani. Ajib meninggalkan karirnya sebagai PNS Ditjen Pajak dan menapaki jalan sebagai pengusaha. “Kisah saya mulai jadi pengusaha sedikit panjang. Karena memang semuanya dirintis saat saya menjadi PNS,” kata Ajib dalam wawancara khusus dengan Suara.com di Jakarta, Senin (9/1/2017).
Sebagai lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) di Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, dengan ikatan kedinasan pada 2002, Ajib langsung mulai bekerja sebagai PNS di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Kemudian pada tahun 2005, dirinya disekolahkan oleh Ditjen Pajak untuk menempuh pendidikan S1property taxation. “Menurut aturan, saya harus bekerja selama 10 tahun sampai 2012. Tetapi pada 2009, saya memutuskan keluar lebih cepat dan membayar ganti rugi kepada negara,” ujar Ajib.
Selepas itulah, Ajib mulai serius menekuni dunia bisnis. Bisnis yang ia rintis seperti jasa penyewaan fitness, lapangan futsal. Semuanya dimulai dengan skala kecil-kecilan. “Dibawah bendera PT Mitra Bersama Makmur,” jelas Ajib.
Lambat laun, bisnis Ajib terus berkembang. Ia mulai berinvestasi membangun sebuah pabrik di kawasan Jababeka dengan bendera PT Alkostar Casting, yang bergerak di sektor manufaktur. Perusahaanya yang ini memasok sparepart dengan bahan dari aluminium untuk beberapa perusahaan besar.
“Namun bisnis saya yang terbesar sekarang adalah di sektor energi. Saya memiliki perusahaan bernama PT Tria Talang Emas. Perusahaan saya ini sedang menangani proyek pembangunan pembangkit listrik di Batam, Kepulauan Riau,” jelas Ajib.
Pembangkit yang sedang dibangun olehnya, menurut Ajib berkapasitas 2×60 megawatt (MW). Listirk yang akan dihasilkan kelak akan dijual kepada para pelaku industri di kawasan industri di kota Batam. Proyek ini masih dalam tahap konstruksi dengan luas lahan 26 hektare. “Kawasan industri yang akan membeli listrik kami adalah Kawasan Industri Qabil dan kami mendatangkan mesin dari Rusia,” tutur Ajib.
Pengusaha muda yang juga menjabat sebagai Ketua HIPMI Tax Center tersebut mengakui bisnis energi yang ia jalankan sebetulnya sudah lama semenjak zaman Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Hanya saja, ia sempat mengalami kendala saat memperoleh pinjaman dari bank asing. Bank tersebut ternyata dibanned oleh Uni Eropa. Untunglah, masalah tersebut kini telah diatasi.
Selain proyek di Batam yang sudah berlangsung sejak zaman Presiden SBY, Ajib juga berhasil menang tender di salah satu proyek pembangkit listrik 35 ribu MW di era Presiden Joko Widodo. “Kami juga menangani proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton 10 di Jawa Timur. Pembangkit ini berkapasitas 1000 MW,” urai Ajib.
Ia mengakui bahwa bisnis energi adalah bisnis high capital. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri.
Kini portofolio bisnis Ajib lengkap mulai dari skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hingga korporasi. Sebagai pengusaha, menurut Ajib, dirinya harus memiliki idealisme. Menurutnya, pengusaha harus memiliki keunggulan kompetitif dengan keunggulan komparatif. Keunggulan kompetitif adalah keunggulan memenangi persaingan dengan luar negeri, sedangkan keunggulan komparatif adalah memunculkan nilai unik dalam bisnis yang kita jalankan yang tidak ada di kompetitor.
“Makanya tahun ini, saya juga akan terjun di sektor agrobisnis. Kami akan mengakuisisi sebuah pabrik di Jawa Barat tahun ini. Kalau jadi, kami akan punya banyak petani disana untuk kami berdayakan,” pungkasnya.
Mantan pegawai Ditjen Pajak Ajib Hamdani kini sedang diselidiki Mabes Polri karena diduga memiliki rekening Rp 17 miliar. Ajib memiliki ragam bisnis termasuk properti, Ajib mengaku sukses di bisnis ini karena menggunakan sistem Build, Operate and Transfer (BOT).
Dengan sistem BOT ini, Ajib tak perlu memiliki aset lahan dan modal besar untuk menjadi pengembang. Ia cukup bekerjasama dengan mitra pemilik lahan dan investor. Lalu sistem BOT apakah benar-benar menjanjikan seperti umum diterapkan dalam konsensi jalan tol?
Pengamat ekonomi kota dan dosen real estate FEUI Ruslan Prijadi mengatakan kerjasama BOT pada dasarnya suatu hal yang lazim dalam bisnis properti. Namun, sistem ini secara teori sangat mudah namun sulit dalam prakteknya.
Ruslan mencontohkan, pola semacam ini dalam bisnis ini terjadi dalam kasus penggunaan area lahan di kawasan Senayan yang merupakan milik pemerintah.
“Kalau proses kerjasama semacam itu lazim, seperti hotel besar, misalnya Plaza Senayan, setelah sekian tahun dikembalikan ke pemerintah. Tapi mungkin nggak sih orang awam melakukan itu. Kalau saya melihat orang yang awam, hampir dipastikan ketipu,” katanya kepada, Jumat (8/3/2012)
Menurutnya seorang yang menerapkan sistem BOT harus memiliki pengalaman, kepercayaan dari investor, dan menyediakan waktu yang cukup untuk mengelola bisnisnya.
“BOT apapun namanya sangat tergantung dengan kontrak, pada awal menerima berapa, di ujungnya berapa,” katanya.
Namun, ia menuturkan bagi seorang pemilik lahan maupun investor tentunya memang tak mudah percaya kepada pihak yang mengajukan sistem BOT seperti yang dilakukan oleh Ajib Hamdani saat akan membangun bisnis kos-kosan. Baginya seseorang tak mudah begitu saja menyerahkan asetnya atau uangnya kepada si penggagas BOT.
“Kalau saya sebagai investor disuruh memilih apa kompetisi anda? Nggak semudah itu. Kalau ada orang yang menyerahkan itu antara bodoh, atau memakai modal dari orang lainnya atau modal dirinya sendiri. Yang jelas tidak mudah, meskipun dia punya teman baik,” katanya.
Ruslan menambahkan, seorang investor yang memiliki modal untuk membiayai sistem BOT tentunya akan menuntut pihah penggagas BOT, dalam hal ini Ajib Hamdani. Bisnis dengan pola BOT apapun bentuknya termasuk kos-kosan perlu keterlibatan langsung dan memakan waktu untuk mengelolanya.
“Sulit menurut saya, yang punya tanah, dia akan bertanya, anda sudah mengerjakan apa saja, pernah dapat return apa dan berapa dan pengalamannya apa saja, apakah developer besar,” katanya.
Bahkan menurutnya sebagai pengembang kecil seperti Ajib Hamdani saat memulai bisnis kost-kostan sulit bersaing melawan pemodal besar yang tentunya lebih peka membaca bisnis seperti kost-kostan ditempat yang strategis.
“Pastinya ada orang yang ahli lebih mengambil dahulu, karena mereka sudah punya tim yang setiap hari mencari informasi, tempat-tempat yang strategis,” katanya.
Baca Juga : https://pikiranindonesia.com/tips-mengembangkan-bisnis-go-internasional/