Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut tantangan yang dihadapi saat ini dan ke depan tidaklah mudah. Kondisi ekonomi global masih penuh dengan ketidakpastian, sehingga pada akhirnya ikut memengaruhi perekonomian Indonesia.
“Situasi yang kita hadapi saat ini bukan situasi yang gampang, situasinya sangat sulit diprediksi, sulit dihitung,” ungkap Jokowi dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia Tahun 2023, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta.
Jokowi mengungkapkan, teori-teori standar sudah sulit dipakai untuk memprediksi kondisi perekonomian ke depan.
“Semuanya sekarang ini keluar, tidak berdasarkan pakem-pakem yang ada. Betul-betul situasi yang sangat sulit,” ungkapnya.
Jokowi juga mengingatkan bahwa Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang masuk dalam kategori fragile five atau rentan terpuruk di dunia.
“Kita tahu di 2014 dan 2015, kita ini masih masuk dalam fragile five, masih dimasukkan ke dalam negara yang rentan terpuruk bersama lima negara yang lain. Kalau kita ingat, ketika itu ada taper tantrum,” ujarnya.
Pada 2014, Indonesia mencatatkan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) berada di angka US$ 27,5 miliar, kemudian di 2015 berada di angka US$ 17,5 miliar. Sementara itu, neraca dagang Indonesia di 2014 mencatatkan defisit sebesar US$ 2,2 miliar.
“Pada saat itu saya sampaikan kepada para menteri, kita harus berani mengubah ini, mereformasi struktural kita agar hal-hal yang membahayakan ekonomi ekonomi makro kita bisa kita lakukan, termasuk urusan surat berharga negara (SBN),” ujarnya.
Jokowi mengatakan, kondisi ini saat ini berbalik, di mana neraca transaksi berjalan Indonesia pada kuartal III 2022 sudah surplus sebesar US$ 8,9 miliar, atau setara 0,9% dari PDB. Defisit APBN sampai akhir tahun juga diperkirakan tinggal 2,49%.
“Artinya perbaikan-perbaikan itu begitu nyata dan kelihatan dalam angka-angka,” ujar Jokowi.